Membayar Kontan Mimpi Saat Kecil

Hanif Adityo
3 min readMar 20, 2024

--

Bocil Warnet

Salah satu wishlist yang berhasil diwujudkan di tahun ini.

Kalau nggak salah, entah di medium ini atau draft, gue udah beberapa kali membahas tentang sebuah band yang menemani masa puber, yakni Avenged Sevenfold. Salah satu mimpi yang rasanya waktu masih kecil nggak pernah terbayangkan untuk terwujud.

Secara singkat, A7x menemani full dua tahun kehidupan era kelas 8 & 9 pada kehidupan sekolah menengah pertama di sebuah sekolah di Jakarta Timur. Sebuah band yang lagunya diputar tiap hari, gue ulang lagi, tiap hari, oleh cowok-cowok di kelas kala itu. Rasanya tiada hari tanpa obrolan mengenai band ini. Kalau ibarat bumbu yang diungkep, rasanya sudah masuk sampai ke tulang. Beneran deh.

Sebagai orang yang ter-influence kala itu, mau tidak mau gue juga ikut ‘masuk’ ke dunia Avenged Sevenfold. Matt Shadows, Zacky Vengeance, Synyster Gates, Johnny Christ, dan mendiang Jimmy Sullivan menjadi inspirasi kami. Pernah beberapa kali coba menyewa studio, namun rasanya memang skill musik kami semua berada di bawah rata-rata.

Sebagai anak kecil bau kencur yang sedang berusaha mencari jati diri, kami merasa dan menganggap bahwa beberapa lagunya dapat mewakili perasaan kami. Keren ‘kan rasanya galau tapi pakai lagu bahasa Inggris, dinyanyikan oleh band metal lagi.

Tapi memang benar, setiap masa ada orangnya dan setiap orang ada masanya. Jika harus mendeskripsikan masa SMP, tentunya Avenged Sevenfold akan muncul di urutan teratas.

Mungkin kamu pernah membaca ini, tapi salah satu momen paling unik adalah ketika kami dihadapkan pada pilihan apakah akan mengikuti study tour ke Jogja atau mendatangi konser Avenged Sevenfold yang kala itu diadakan di Ancol. Sebuah pilihan berat. Namun untungnya kami masih dapat memilih dengan bijak. Kami memilih pergi ke Jogja dan secara kebetulan, konser tersebut dibatalkan karena alasan keamanan. Sungguh aneh tapi nyata.

Kesempatan kedua untuk bertemu adalah di awal 2015. Saat itu gue berada di kelas 11 menuju 12. Namun dengan kondisi bokek dan rasanya tidak mungkin untuk datang ke sebuah konser metal yang rawan kerusuhan, gue mengurungkan niat.

Sembilan tahun berselang, muncul sebuah ‘kode’ alam bahwa Avenged Sevenfold akan datang ke Indonesia. The only Stop in Asia. Mengerikan.

Setelah muncul tanggal resminya, gue bersiap untuk melakukan war tiket. Bahkan sampai meminta izin ke atasan untuk away from keyboard karena mau fokus untuk mengejar satu spot di dalam Stadion Madya. Namun di luar dugaan, ternyata tidak sesulit war Coldplay. Hahaha. Mungkin generasi sekarang tidak cukup memiliki ikatan emosional dengan A7x yang erat kaitannya dengan Bocil Warnet alias Bocil Dear God.

Karena kondisi yang sudah jompo dan khawatir akan suasana di sana, gue memutuskan untuk mengamankan satu kursi di kategori paling belakang. Hanya untuk sekadar ‘membayar’ nostalgia dua belas tahun lalu.

Tidak berekspektasi banyak mengenai lagu yang akan dibawakan. Tapi setidaknya melihat langsung sosok yang dahulu hanya bisa disaksikan lewat layar kaca adalah sebuah hal yang cukup priceless.

Memang salah satu tujuan menjadi dewasa adalah mencoba melunasi hal-hal yang semasa kecil tidak bisa digapai karena berbagai alasan. Yang dulu rasanya mustahil, kini menjadi mungkin. Walaupun tentu saja suasana dan momennya tidak akan pernah sama seperti dahulu.

--

--